Jumat, 21 Oktober 2016

TUGAS 2 PERILAKU ORGANISASI

TUGAS 2
PERILAKU ORGANISASI
“REMUNERASI BERBASIS KINERJA”
Memenuhi salah satu tugas kuliah















Dosen Novie Indrawati Sagita


Nama:Westri Wijayanti
NIM: 021518064




Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka
Program Studi Manajemen-S1

DAFTAR ISI



DAFTAR ISI 1
I. PENDAHULUAN 2
II.PEMBAHASAN 4
III. KESIMPULAN DAN SARAN 8
IV. DAFTAR PUSTAKA 9




























I. PENDAHULUAN


Belum lama ini kita dikejutkan dengan kejadian yang menyangkut seorang staf pelaksana di Direktorat Jenderal Pajak golongan III.a yang memiliki rekening bank senilai 28 milyar rupiah,uang tersebut disinyalir merupakan hasil penggelapan pajak yang dilakukannya. Walaupun gaji yang diperolehnya berkisar antara 12 sd 14 juta rupiah, di atas gajih rata-rata seorang guru besar, ternyata tidak mampu mencegah penyimpangan keuangan Negara yang kemudian dikenal dengan Kasus Mafia perpajakan.
Kementrian Keuangan telah menerapkan kebijakan remunerasi bagi aparatur di lingkungannya lebih dari dua tahun sehingga pendapatan mereka di atas rata-rata pendapatan aparatur Kementrian lainnya dengan harapan akan memicu peningkatan kinerja pelayanan dan mencegah terjadinya penggelapan uang Negara. Kebijakan tersebut ternyata tidak dapat meredam praktek korupsi ,karena kemudian ditemukan pula rentetan kasus serupa lainnya yang intinya berupa penggelapan uang pajak dalam jumlah yang lebih besar lagi, di Surabaya misalnya puluhan bahkan ratusan milyar rupiah diselewengkan oleh oknum pegawai Kantor pajak dengan leluasa dan telah berjalan bertahun-tahun seakan akan tanpa ada pengawasan.
Kejadian seperti ini sangat kontradiktif dimana di satu pihak rakyat dipaksa untuk taat membayat pajak sedangkan di pihak lain aparatur di bidang perpajakan dengan leluasa menyalahgunakannya untuk memperkaya diri sendiri. Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan banyak pihak:” Apa yang salah dalam kebijakan remunerasi ini, dan mengapa tidakdapat mencegah perbuatan korupsi serta mengapa tidak berimbas pada peningkatan pelayanan aparatur “ ?
Kalau kita cermati, dalam era New Public Service sekarang ini, telah terjadi revitalisasi kedudukan masyarakat sebagai warga negara yang mempunyai hak untuk dilayani. masyarakat
sebagai pemilik kedaulatan negara bukan hanya sebagai pelanggan,artinya peran serta masyarakat dalam proses implementasi kebijakan publik menjadi sebuah kewajiban ( Denhart and Denhart ;2003)
Penerapan New Public Service yang mensyaratkan perlunya sistem politik yang demokratis sudah sejalan dengan kondisi di Indonesia pasca reformasi. Masyarakat sebagai pemegang kedaulatan memiliki kekuatan yang diberikan Undang-undang untuk menuntut pelayanan prima dari pemerintah. Perbedaan yang mencolok dengan paradigma Administrasi Publik sebelumnya seperti New Public Management (NPM) atau lebih jauh lagi di era Old Public Administration (OPA) yang diterapkan pada Orde Baru adalah dari segi posisi masyarakat yang dinilai sebagai pelanggan (Costumer) bahkan sebagai Konstituen yang kurang memiliki kekuatan
dan legitimasi untuk menuntut pelayanan yang baik dari pemerintah. Oleh karena itu berbagai kasus tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini harus mendapat perhatian serius, sebelum terjadi gejolak di masyarakat yang memancing krisis kepercayaan kepada pemerintah.




























II.PEMBAHASAN




Pemerintah merespon berbagai keluhan masyarakat ini dengan melakukan penyempurnaan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), yang difokuskan pada penilaian kinerja pegawai dan pemberian Remunerasi (insentive) berbasis kinerja. Upaya ini diharapkan selain dapat memperbaiki kinerja juga dapat meningkatkan kesejahteraan para PNS.
Para PNS saat ini selain menerima gaji pokok seperti yang diatur dalam PP No. 8 tahun 2009 juga mendapat tambahan berupa tunjangan jabatan . Jabatan PNS secara umum terbagi dua yaitu jabatan struktural dan fungsional. Setiap jabatan memiliki tunjangan yang berbeda. Tunjangan jabatan struktural diatur dalam Perpres No. 26 tahun 2007 Tentang Tunjangan Jabatan Struktural,sedangkan untuk jabatan fungsional diatur oleh instansi Pembina jabatan fungsional seperti fungsional peneliti pembinanya adalah LIPI, Widyaaswara pembinanya LAN.
Kelemahan yang dirasakan berkaitan dengan pemberian tunjangan ini adalah jumlah tunjangan jabatan baik struktural maupun fungsional relatif lebih besar dibandingkan dengan jumlah besaran gaji pokok yang diterima. Fenomena ini menunjukkan bahwa penghargaan yang diberikan terhadap kinerja dan kompetensi pegawai masih kurang. Oleh karena itu tidak heran bila melihat banyak PNS yang lebih berorientasi mengejar jabatan dari pada menunjukkan prestasi kerja dan meningkatkan kompetensi. Seperti halnya yang terjadi di Kementerian Keuangan Republik Indonesia,khususnya di Direktorat Jenderal Pajak, insentif dan tunjangan yang diperbesar jumlahnya secara flat tanpa memeperhitungkan kinerja yang ditunjukkan dan kompetensi yang dimiliki aparatur, kurang memberikan dorongan kepada mereka untuk meningkatkan kinerja dan mengembangkan kompetensinya sesuai kebutuhan organisasi. Yang jelas kondisi ini telah membuka jurang yang lebar dalam take home pay antara jenjang jabatan. Oleh karena itu tidak heran bila Jabatan dikejar walaupun dengan menggunakan cara-cara yang kurang baik ,Spoyl system lebih dikedepankan dari pada Meryt System, Kadangkala menghalalkan segala cara untuk memperoleh income yang lebih besar dengan jalan pintas. Oleh karena itu bukan jaminan dengan peningkatan remunerasi akan menghilangkan praktek korupsi bila tidak dibarengi dengan kebijakan rewaed and punishment dan pembentukkan Tim Penilai kinerja pegawai yang independent dan berfungsi dengan baik.
Kebijakan Menpan berupa Surat EdaranMenteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor: SE/28/M.PAN/10/2004 tanggal 10 Oktober 2004 tentang Penataan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Surat Edaran tersebut mewajibkan setiap instansi baik pusat maupun daerah melaksanakan kegiatan sebagai berikut :
1. Penataan PNS di lingkungan unit kerja mengacu pada Keputusan Men.PAN Nomor: Kep/23.2/M.PAN/2004 Tanggal 16 Februari 2004 tentang Pedoman Penataan Pegawai.
2. Setiap instansi wajib melaksanakan analisis jabatan yang mengacu pada Keputusan Men. PAN Nomor: KEP/61/M.PAN/6/2004 Tanggal 21 Juni 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan.
3. Setiap instansi pemerintah harus melaksanakan analisis beban kerja berdasarkan/ mengacu pada Keputusan Men.PAN Nomor: KEP/75/M.PAN/7/2004 Tanggal 23 Juli 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi PNS.
Dengan berbagai kebijakan ini diharapkan dapat memperbaiki komposisi dan distribusi
pegawai, dengan indikasi :
1. Terjadinya kesesuaian antara jumlah dan komposisi pegawai dengan kebutuhan masingmasing
unit kerja yang telah ditata berdasarkan visi-misi sehingga pegawai mempunyai kejelasan tugas dan tanggung jawab.
2. Terciptanya kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki pegawai dengan syarat jabatan.
3. Terdistribusinya pegawai secara proporsional di masing-masing unit kerja sesuai dengan beban kerja masing-masing.
4. Tersusunnya sistem penggajian yang adil, layak dan mendorong peningkatan kinerja.
5. Terlaksananya sistem penilaian kerja yang obyektif.
Output dari penataan aparatur negara tersebut diharapkan berupa
1) profil jabatan bagi setiap jabatan baik jabatan struktural, jabatan fungsional yang berangka kredit maupun tidak berangka kredit;
2) perkiraan beban kerja untuk individu, jabatan dan unit kerja; dan
3) beban kerja dan profil jabatan bersama-sama digunakan untuk menyusun jumlah kebutuhan
pegawai per jabatan dan unit kerja.
Untuk tersusunnya sistem penggajian yang adil, layak dan mendorong peningkatan kinerja,
pemerintah memberlakukan insentif berbasis kinerja (IBK) dalam bentuk tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) bagi para pegawai negeri sipil (PNS) , baik yang menduduki jabatan struktural, fungsional, maupun yang tidak memiliki jabatan. Hal itu dilakukan sebagai upaya perbaikan kesejahteraan pegawai melalui efisiensi berupa penghapusan honorarium berbagai kegiatan yang selama ini diberikan tanpa kejelasan ukuran kinerja. Pemberian IBK ini dengan rincian, 80 persen diberikan penuh tanpa ditautkan dengan penilaian kinerja, sedangkan sisanya, 20 persen akan dibayar berdasarkan hasil pengukuran kinerja masing-masing PNS. Kinerja pegawai dijabarkan langsung dari misi organisasi. Penilaian kinerja dilakukan secara transparan dan obyektif. Penilaian kinerja menjadi bahan diagnosis dalam upaya peningkatan kinerja organisasi. Selanjutnya kinerja pegawai juga menjadi instrumen utama dalam pemberian reward and punishment termasuk untuk promosi dan rotasi pegawai.
• IBK yang diterapkan sekarang merupakan perubahan dari yang selama ini dilakukan yaitutunjangan yang diperoleh pejabat eselon II, III dan IV tidak berbasis kinerja namun cenderung berdasarkan kegiatan atau proyek semata. Bentuknya bisa berupa honor atau imbalan atas mulusnya kegiatan dan proyek. Hal ini membuat kesenjangan penghasilan antar para pejabat eselon. Akhirnya, muncul tindakan korupsi di lingkungan pemerintahan, melemahnya motivasi, dan menurunnya kinerja yang berujung terabaikannya pelayanan publik. Di luar itu, tidak dibenarkan mendapat honor atau imbalan lain. Di sisi lain, komponen honor yang selama ini selalu muncul dalam kegiatan atau proyek dialokaskan untuk belanja keperluan publik. Sehingga jika IBK tidak segera direalisasikan, maka sistem lama akan berlaku lagi dibarengi semakin banyaknya kegiatan atau proyek yang mempermudah PNS mendapatkan honor atau imbalan. Meski demikian, ke depan sistem IBK-TPP ini masih harus disempurnakan karena skala tunjangan dari tertinggi terlampau jauh/jomplang.
• Proporsi potongan TP belum diberlakukan karena di tingkat implementasinya masih ada sejumlah kesulitan dalam menerapkan standar pengukuran kinerja. Namun setelah tiga bulan, para PNS tidak akan lagi menerima IBK secara penuh 100 persen, tetapi bergantung pada hasil penilaian terhadap perilaku dan prestasi kerja masing- masing PNS.


























III. KESIMPULAN DAN SARAN

Kita berharap ke depan , perbaikan kinerja aparatur negara di lingkungan Kementerian / lembaga semakin lebih meningkat. Dengan reformasi birokrasi yang berkesinambungan maka PNS yang profesional dan bermoral, sistem manajemen yang bersifat dan berorientasi pada kinerja akan terwujud Remunerasi bisa meningkatkan kesejahteraan pegawai dan sekaligus memperbaiki kinerja tanpa harus terseret kearah perilaku korupsi.
Dengan demikian diharapkan kebijakan remunerasi akan memberikan hasil yang signifikan ,bila berbasis pada kinerja (RBK),dengan mengembangkan system Meryt dalam penerimaan dan pengembangan pegawai serta penerapan system reward and punishment yang
konsisten. Tiga komponen penting yang menjadi perhatian Remunerasi Berbasis Kinerja adalah
: Jabatan, Kompetensi yang dibutuhkan dan kinerja. Imbalan yang diberikan untuk sebuah jabatan berbentuk gaji, imbalan terhadap kompetensi berupa insentif, sedangkan imbalan terhadap kinerja berupaBonus. Standar gaji perlu ditingkatkan sebagi bentuk income yang bersifat tetap, sedangkan insentif dan bonus diberikan sebagai penghargaan terhadap kompetensi dan kinerja setiap aparat.Semakin baik kinerja dan kompetensi semakin baik pula income yang diterima dan begitu sebaliknya.Hal ini yang akan membedakan remunerasi yang diterima setiap aparatur pemerintah.














IV. DAFTAR PUSTAKA




Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999, Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Penggajian PNS

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.01/2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.01/2011 Tentang Mekanisme Penetapan Jabatan dan Peringkat Bagi Pelaksana di Lingkungan Kementerian Keuangan











































Tidak ada komentar:

Posting Komentar